Selasa, 26 Juli 2016

Kaitan Izin Lingkungan Dengan Dokumen Lingkungan Hidup

Apa itu Dokumen Lingkungan Hidup? Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup disebutkan bahwa Dokumen Lingkungan Hidup itu terdiri dari tiga jenis, yaitu AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL. Kemudian jika merujuk pada peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa dokumen lingkungan hidup termasuk ke dalam instrumen pencegahan yang berada pada tahap perencanaan. Oleh sebab itu, seharusnya dokumen lingkungan hidup dibuat pada tahap perencanaan, jauh sebelum pemrakarsa melakukan aktivitas usaha dan/atau kegiatannya. Mengapa dokumen lingkungan itu dibuat pada tahap perencanaan? Karena sejatinya dokumen lingkungan itu merupakan kajian untuk memprakirakan dampak yang terjadi dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Di dalamnya terdapat seluruh informasi yang terkait dengan identitas pemilik perusahaan, latar belakang, lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan, rona awal lingkungan dari rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan, jenis rencana usaha dan/atau kegiatan, tata guna lahan di sekitar rencana lokasi kegiatan, prakiraan dampak berikut dengan upaya pengelolaan dan upaya pemantauannya.

Kemudian apa produk dari dokumen lingkungan hidup itu? Sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, Produk dari dokumen lingkungan hidup itu adalah rekomendasi yang ditandatangani oleh kepala instansi lingkungan hidup, tetapi setelah terbitnya Peraturan Pemerintah tersebut, produk dari dokumen lingkungan ada dua, yaitu rekomendasi dan Izin Lingkungan. Bagaimana kaitannya antara Izin Lingkungan dengan Dokumen Lingkungan? Semua informasi yang termuat dalam dokumen lingkungan tersebut menjadi bahan masukan dalam penerbitan Izin Lingkungan. Semua mitigasi dari prakiraan dampak yang terjadi, akan dicantumkan dalam lembaran Izin Lingkungan. Jadi sebenarnya muatan Izin Lingkungan dan rekomendasi lingkungan sama, tetapi yang membedakannya adalah rekomendasi bukanlah sebuah produk hukum, oleh karenanya ia tidak berkekuatan hukum ketika ada gugatan, sebaliknya dengan izin lingkungan. Izin Lingkungan merupakan produk hukum, oleh karenanya ketika ada perselisihan yang terkait dengan lingkungan, produk tersebut dapat digugat di depan hukum.

Senin, 25 Juli 2016

Izin Lingkungan dan Kaitannya Dengan Izin Usaha Dan/Atau Kegiatan Lainnya

Pada pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan disebutkan bahwa Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL, dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sebagai prasyarat mendapat izin usaha dan/atau kegiatan. Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut, maka paradigma perizinan usaha dan/atau kegiatan berubah. Jika selama ini izin usaha dan/atau kegiatan dapat diurus oleh pelaku usaha walaupun yang bersangkutan telah melakukan aktivitasnya, maka dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, semua izin usaha dan/atau kegiatan, baik itu yang bersifat administratif (seperti TDP, SIUP, dsb) atau operasional (seperti IMB dsb), tidak boleh keluar sebelum Izin Lingkungan diberikan kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan. Sebagai konsekuensinya, pelaku usaha dan/atau kegiatan tidak boleh menjalankan seluruh akitivitas usaha dan/atau kegiatannya, sebelum Izin Lingkungan diperoleh. Oleh karenanya, Izin Lingkungan ini sifatnya sangat strategis dalam perizinan usaha dan/atau kegiatan, karena bersifat administratif dan operasional. Semua peraturan yang terkait dengan izin usaha dan/atau kegiatan juga selaras dan saling terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012. Sebagai contoh, persyaratan pengendalian dampak lingkungan menjadi salah satu persyaratan tata bangunan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pasal 14 ayat 1 dan 2 serta pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung.

Jika kita melihat lebih jauh ke dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka Izin Lingkungan termasuk ke dalam instrumen pencegahan. Oleh sebab itu di dalam Izin Lingkungan tercantum juga semua syarat-syarat operasional PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang harus perusahaan miliki sebagai instrumen pencegahan pada saat melakukan aktivitas usaha dan/atau kegiatannya. PPLH inilah nantinya yang berfungsi sebagai izin operasional. Contoh dari izin operasional yang tercantum dalam Izin Lingkungan misalnya Izin Pemanfaatan Air Tanah, Izin Penyimpanan Limbah B3, Izin Pemanfaatan Limbah B3, Izin Pembuangan Limbah Cair dan lain sebagainya, tergantung dari jenis usaha dan/atau kegiatan  dan limbah yang dihasilkan.

Dalam Izin Lingkungan tercantum juga semua mitigasi yang diperlukan untuk mencegah timbulnya dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Untuk perkiraan dampak yang sifatnya umum dan teknologi pengelolaannya sudah banyak digunakan, mitigasi tersebut pada umumnya bersifat SOP (Standar Operasional Prosedur), tetapi untuk perkiraan dampak yang sifatnya khusus, dalam arti teknologi pengendaliannya perlu kajian lebih lanjut, maka mitigasinya harus bersifat detail engineering design. Semua mitigasi ini tercantum dalam matriks pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dalam dokumen lingkungan hidup (AMDAL atau UKL-UPL) yang telah mendapatkan rekomendasi dari instansi lingkungan hidup setempat. Semua informasi yang terdapat dalam dokumen lingkungan tersebut menjadi bahan untuk pengambilan keputusan terkait terbit atau tidaknya Izin Lingkungan.


Apakah Izin Lingkungan akan mempermudah dan memperberat dunia perizinan usaha dan/atu kegiatan bagi pelaku usaha atau pemrakarsa? Apakah ini akan memperpanjang jalur birokrasi perizinan dunia usaha dan/atau kegiatan. Jawabannya adalah bisa ya atau tidak, tergantung dari profesionalitas birokrat itu sendiri. Terkadang sumber daya manusia di instansi lingkungan hidup, sebagai instansi yang mempunyai tupoksi terkait tata lingkungan ini, belum mumpuni untuk melayani perizinan ini. Sumber daya manusia yang belum mumpuni ini tentunya akan memperlambat keluarnya rekomendasi dokumen lingkungan dan terbitnya Izin Lingkungan. Padahal tujuan pemerintah dari terbitnya Izin Lingkungan ini adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada para pelaku usaha tentang pengawasan dan pengendalian yang terkait dengan aparat hukum dan tentunya legalitas berdirinya perusahaan tersebut. Jika Izin Lingkungan terlalu lama keluar, maka pelaku usaha tentu tidak bisa mendapat kepastian hukum terkait rencana usaha dan/atau kegiatan mereka, padahal dalam dunia usaha khususnya, waktu memegang peranan penting di dalam perencanaan, baik secara fisik, keuangan, maupun lokasi lahan.


Izin Lingkungan

Apa itu Izin Lingkungan?

Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang ingin mengurus perizinan untuk memulai usaha dan/atau kegiatannya sering bersinggungan dengan izin yang satu ini. Izin Lingkungan jika dibandingkan dengan izin usaha dan/atau kegiatan lainnya, seperti SIUP, HO, TDP dan lain sebagainya, termasuk relatif baru. Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang masih awam sering menyamakan izin tersebut dengan persetujuan tetangga di lingkungan tempat orang tersebut akan berusaha atau melakukan kegiatan. Karena mereka mau membuka usaha atau kegiatan, maka sudah sewajarnya mereka meminta izin dari tetangga depan, belakang, kiri dan kanan. Setelah mendapat izin tetangga tersebut, pelaku usaha dan/atau kegiatan tersebut, berpikir bahwa mereka telah mempunyai izin untuk melaksanakan operasional usaha dan/atau kegiatannya. Padahal yang dimaksud bukan seperti itu. Tetangga atau masyarakat tidak berhak mengeluarkan izin, yang berhak adalah pemerintah. Karena itulah, maka banyak pelaku usaha yang mengurus perizinan usaha dan/atau kegiatan menjadi bertanya-tanya, mahluk seperti apa "Izin Lingkungan" itu?

Izin Lingkungan diberlakukan seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL, wajib memiliki Izin Lingkungan. Kemudian di pasal 40 ayat 1 disebutkan pula, bahwa Izin Lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izn usaha dan/atau kegiatan. Lalu, bagaimana tata cara atau prosedur pembuatan izin tersebut? Dan seperti apa usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL itu? Untuk menjawab semua itu, Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.


Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 

Dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, disebutkan bahwa Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL, dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Setiap orang berarti semua pelaku usaha dan/atau kegiatan, tanpa terkecuali, baik itu perorangan maupun berkelompok, baik itu pihak swasta maupun pemerintah yang memiliki usaha dan/atau kegiatan wajib AMDAL atau UKL-UPL.
Jika kita melihat lebih dalam lagi pasal 1 tadi, di dalam kalimatnya ada redaksional "prasyarat memeperoleh izin usaha dan/atau kegiatan", maka maknanya adalah Izin Lingkungan merupakan syarat administratif dan syarat operasional suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Oleh sebab itu, Izin Lingkungan ini termasuk pada tahap perencanaan dalam sebuah proses pendirian suatu usaha dan/atau kegiatan. Satu lagi yang perlu ditekankan, bahwa yang diwajibkan untuk memiliki Izin Lingkungan, bukan hanya usaha yang berkonotasi produktif atau menghasilkan profits saja, tetapi juga kegiatan, seperti pembangunan jalan, pembangunan gedung perkantoran, dan lain sebagainya, asalkan kegiatan itu termasuk katagori wajib AMDAL atau UKL-UPL.

Pertanyaaan yang kemudian timbul adalah usaha dan/atau kegiatan seperti apa yang termasuk katagori wajib AMDAL atau UKL-UPL itu? Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita harus tahu dulu, apa itu AMDAL dan UKL-UPL itu. Di pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, AMDAL dan UKL-UPL disebut Dokumen Lingkungan Hidup. AMDAL adalah singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, sedangkan UKL-UPL singkatan dari Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan. Pada pasal 14 Undang-Undang 32 Tahun 2009, AMDAL dan UKL-UPL adalah salah dua dari instrumen pencegahan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Mengapa instrumen pencegahan dibutuhkan? Karena pada prinsipnya, setiap usaha dan/atau kegiatan  pasti menimbulkan efek atau dampak terhadap lingkungan hidup. Dampak disini maksudnya adalah usaha dan/atau kegiatan tersebut menyebabkan perubahan pada lingkungan hidup. Perubahan tersebut bisa ke arah positif maupu ke arah negatif. Jika perubahan tersebut menyebabkan dampak penting, sesuai dengan kriteria yang terdapat pada ayat 2 pasal 22 Undang-Undang 32 Tahun 2009, maka usaha dan/atau kegiatan tersebut wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenail Dampak Lingkungan. Lalu apa kongkritnya kegiatan yang bisa berdampak penting dan wajib memiliki AMDAL itu? Lebih mudahnya bisa dilihat dari list positif yang terdapat pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang  Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Lalu kegiatan seperti apa yang termasuk katagori kegiatan wajib UKL-UPL? Jawabannya, setiap kegiatan yang tidak wajib AMDAL termasuk ke dalan kegiatan yang wajib UKL-UPL. Kemudian apakah setiap kegiatan yang tidak wajib AMDAL termasuk ke dalam kegiatan yang wajib UKL-UPL? Bagaimana dengan kegiatan yang dampaknya sangat kecil? Maka ada satu lagi jenis kegiatan yang disebut dengan kegiatan yang termasuk katagori SPPL. SPPL adalah singkatan dari Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup. Kegiatan ini biasanya berupa kegiatan usaha kecil dan koperasi yang tidak menggunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang banyak. Kegiatan yang termasuk katagori SPPL ini tidak diwajibkan memiliki Izin Lingkungan.


Tata Cara/Prosedur Izin Lingkungan 

Bagaimana caranya agar pelaku usaha atau pemrakarsa mendapatkan Izin Lingkungan? Ada syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu jenis usaha dan/atau kegiatan dan lokasi lahan yang direncanakan harus sesuai dengan peruntukkan lahannya. Sebagai contoh : jika pemrakarsa ingin merencanakan untuk membangun supermarket, maka dia harus mencari lahan yang peruntukkannya sesuai dengan kegiatan tersebut, yaitu peruntukkan perdagangan barang dan jasa. Kemudian, setelah yakin bahwa kegiatan yang direncanakan itu sudah sesuai peruntukkannya, maka pelaku usaha dan/atau kegiatan harus membuat dokumen lingkungan, sesuai dengan katagori kegiatannya. Apa itu dokumen lingkungan? Dokumen lingkungan itu adalah UKL-UPL dan AMDAL. Setelah draft dokumen lingkungan itu selesai dibuat, maka langkah selanjutnya adalah mendatangai instansi lingkungan hidup setempat untuk didaftarkan agar mendapatkan pengesahan sekaligus Izin Lingkungannya.